Latar belakang
Pluralisme termasuk gagasan yang sedang aktual diperbincangkan dimasyarakat. Gagasan mengenai keseragaman ini pada awalnya berasal dari pemikiran barat yang menganggap dan mengartikan pluralisme dengan memandang semua agama sama, namun setelah gagasan itu masuk dan berkembang di wilayah muslim istilah pluralisme mengalami metamorfosis sebagaimana hakikat islam itu sendiri sebagai rahmatal lil’alamin.
Anggapan kesamaan dalam hal agama ini, turut melatarbelakangi pandangan seorang John Hick tentang agama. Hick mengamati fenomena kemajemukan agama yang semakin marak berkembang dan membangun suatu teologi tentang kemajemukan agama. Hick mengemukakan bahwa pada dasarnya agama-agama yang ada didunia ini sama, perbedaan agama hanya terletak pada penyebutan nama Pencipta-Nya, maka dari itu menurutnya, klaim masing-masing agama sebagai pembawa keselamatan adalah absah karena, semua agama mengajarkan kebaikan pada intinya. Oleh sebab itu ia membangun teologi pluralisme agamanya dengan cara induktif, dari level dasar.
Pandangan John Hick ini disebut-sebut sebagai pembelaan terhadap agama Islam yang dipandang oleh orang Barat tidak dapat memandang pluralisme agama dan rasa toleransi. Padahal, Islam termasuk salah satu agama yang sangat mengedepankan rasa toleransi dan menghargai perbedaan. Hal ini dibuktikan dalam kitab suci umat Islam yaitu Al-Qur’an, yang menganjurkan umat Islam untuk tidak hanya sekedar menerima perbedaan manusia, namun juga turut merangkul keragaman yang ada karena kehendak Allah SWT. Para tokoh terkemuka Islam pun mengakui perihal pentingnya interaksi sosial karena manusia pada tabiatnya adalah makhluk yang bersosial dan interaksi sosial merupakan sebuah keniscayaan dan fenomena yang tak bisa dihindari. Manusia sebagai makhluk sosial harus mengakui perbedaan keyakinan dan identitas agama masing-masing. Prinsip-prinsip dalam bertoleransi telah diajarkan dalam Al-Qur’an, Rasulullah pun telah memberi contoh tauladan bagaimana seharusnya seorang muslim hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain secara damai.
Akibat adnanya globalisasi dan kecanggihan teknologi, pluralisme yang marak disuarakan oleh negara-negara lain, lambat laun masuk ke Indonesia. Namun perbedaannya terletak pada waktu marak terjadinya, ketika di belaan dunia lain telah sampai pada tahap pematangan pluralisme agama, di Indonesia masih dalam tahap kerancuan pengertian Pluralisme yang akhirnya menimbulkan kesalahpahaman pengertian akibat dari kerancuan bahasa yang digunakan oleh para penerjemah.
Sentimen Barat terhadap Islam
Sudah tidak asing lagi bahwa berita keberadaan Islam di negeri Barat menghadapi berbagai tekanan berupa propaganda dari media Barat, sentimen Barat terhadap Islam dan pandangan barat bahwa Islam sama dengan teroris. Tekanan ini tidak lagi menuju pada individu-individu muslim melainkan, langsung kepada agama Islam yang terlanjur mendapatkan citra negatif dari Barat akibat dari perusakan karakter yang diperbuat oleh kaum muslim yang menyimpang. Pengertian “Barat” pada umumnya itu identik dengan Kristen dan Yahudi dan kecurigaan antar Barat dan Islam telah berlangsung hingga saat ini.
Citra negatif ini melekat dalam agama Islam sejak berabad-abad lalu bahkan sebelum adanya Perang Salib. Citra negatif Islam dengan sengaja ditimbulkan oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan pribadi yang sengaja mencari-cari cara untuk membenturkan antara negara Barat dan Islam. Kesengajaan pembenturan oleh pihak-pihak tertentu ini mengambaran Islam erat dengan permusuhan, kebencian dan fanatisme. Barat mengganggap bahwa Islam musuh baru mereka serta sebelumnya ialah komunis. Orang-orang Barat merasa terusik dan memiliki rasa ketakutan apabila mendengar berita tentang gerakan-gerakan Islam di dunia.
Sikap Barat yang menunjukan anti-muslim sangat beragam dan dapat dikatakan secara vulgar seperti kasus yang terjadi di Perancis tahun 2012 silam. Kasus ini mengenai penggambaran wajah karikatur Nabi Muhammad SAW yang berjanggut panjang, memakai sorban dan membawa bom. Bahkan dua diantara 4 karikatur yang beredar menggambarkan nabi dalam keadaan telanjang. Anti-islam juga terjadi di Amerika tepatnya di wilayah Florida. Di Florida terdapat organisasi khusus untuk kelompok anti-Islam yang dinamakan Organisasi Keamanan Nasional. Dalam acara ini diadakan semacam pesta para kelompok demi keamanan negara dari Islam. Event ini dimuat dalam iklan sebuah koran mingguan di Amerika.
Beberapa contoh kasus di atas memunculkan kembali sentimen ‘anti-Barat’ bagi dunia Muslim dan sentimen ‘anti-Islam’ bagi dunia Barat. Seolah-oleh, dua peradaban besar ini hendak dibenturkan pasca-berakhirnya perang dingin kedua. Seakan pula, tesis Huntington tentang the clash of civilization selalu mendapat pembenarannya. Jika memang Islam dipersepsi Barat sebagai ‘ancaman’ dan Barat dijadikan ‘musuh’ oleh dunia Islam, maka sudah terlihat jelas bagaimana masa depan peradaban dunia.
Pandangan John Hick tentang Pluralisme Agama
Peristiwa sentimen yang dilatar belakangi oleh perbedaan agama ini, turut melatarbelakangi pandangan seorang John Hick tentang agama. Prof. John Hick merupakan tokoh terbesar dan terpenting dalam wacana pluralisme agama karena, dia adalah orang yang paling banyak menguras tenaga dan fikiran untuk mengembangkan, menjelaskan dan menginterpretasikan gagasan dan teori ini secara masif. Professor John Harwood Hick, lahir di Yorkshire, Inggris, tahun 1922, mendapat gelar doktor dari Universitas Oxford dan Universitas Edinburgh. Ia juga mendapat gelar doktor kehormatan dari Universitas Uppsala dan Universitas Glasgow. Pernah menjabat Wakil Presiden the British Society for the Philosophy of Religion and of the World Congress of Faiths. Kisah hidupnya ditulis dalam sebuah buku berjudul John Hick: An Autobiography (2002).
Hick mengamati fenomena kemajemukan agama yang semakin marak berkembang dan membangun suatu teologi tentang kemajemukan agama. Hick mengemukakan bahwa pada dasarnya agama-agama yang ada didunia ini sama, perbedaan agama hanya terletak pada penyebutan nama Pencipta-Nya , maka dari itu menurutnya, klaim masing-masing agama sebagai pembawa keselamatan adalah absah karena, semua agama mengajarkan kebaikan pada intinya. Oleh sebab itu ia membangun teologi pluralisme agamanya dengan cara induktif, dari level dasar.
Level dasar yang diambil oleh Hick ialah pemelukan agama seseorang. Menurutnya, agama seseorang dipengaruhi dengan tempat kelahirannya. Jika seseorang lahir dari orang tua Muslim di Mesir atau Pakistan, maka kemungkinan besar ia akan menjadi Muslim. Demikian juga jika seseorang lahir dari orang tua yang beragama Budha di Sri Lanka atau Burma, maka besar kemungkinan ia akan terus menjadi umat Budha. Jadi dalam pandangan Hick, para teolog di masa lalu gagal memahami fenomena ini sehingga berpendapat bahwa keselamatan yang diberikan oleh Tuhan hanya terdapat dalam satu untaian saja dalam hidup manusia, yaitu sebagaimana yang tertulis dalam kitab suci umat Kristiani.
Dari kemajemukan agama yang ada didunia, John Hick tidak hanya berbicara tentang perbedaannya namun juga membahas tentang sikap dalam menghadapi kemajemukan. Hick mengungkapkan pentingnya toleransi antar umat agama agar tetap menciptakan perdamaian dunia. Menurut Hick, toleransi dapat dimulai dengan mencoba meliat kebenaran yang ada diluar agama yang dianut sebab, kepercayaan bahwa kebenaran tidak hanya ada dalam satu agama. Hal ini berarti merelatifkan kebenaran Tuhan yang absolut. Dari paparan ini, di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa toleransi dalam perspektif Barat adalah sikap menahan perasaan tanpa aksi protes apapun, baik dalam hal yang benar maupun salah, termasuk toleransi dalam hal beragama. Toleransi yang di harapkan Hick ialah menghargai perbedaan yang ada didunia dan tidak menjadi manusia dengan paham etnosentrisme, tidak ada lagi pengakuan yang paling benar sendiri dan yang lain salah.
Pada akhirnya, semua pemeluk agama wajib meyakini bahwa kebaikan ada dalam agama-agama lainnya, sehingga beragama tidak ada bedanya dengan berpakaian yang bisa berganti setiap hari. John Hick menyimpulkan pola keberagaman yang pluralis merupakan pandangan yang tepat untuk dipergunakan dalam masa modern dimana perbedaan semakin beragam dan kita tidak bisa melihat suatu hal dari satu sisi dan mengabaikan sisi lainnya. Di sini, makna toleransi yang dianut John Lick sedikit disamakan dengan pluralisme.
Sedikit keluar dari pandangan John Lick, toleransi juga dianjurkan pada agama Islam. Menurut pandangan Islam, sikap toleransi sangat diwajibkan karena, keragaman umat manusia dalam beragama merupakan kehendak Allah SWT. Selain itu, apabila dilihat dari definisinya, Islam adalah agama yang damai, selamat dan menyerahkan diri. Artinya, Islam selalu menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati bukan memaksa. Toleransi berlaku bagi semua orang, baik itu sesama umat muslim maupun non-muslim. Yusuf al-Qardhawi menyebutkan ada empat faktor utama yang meyebabkan keharusan bertoleransi , yaitu:
1. Keyakinan terhadap kemuliaan manusia, apapun agamanya, kebangsaannya dan kerukunannya.
2. Perbedaan manusia dalam agama dan keyakinan merupakan realitas yang dikehendaki Allah SWT yang telah memberi kebebasan untuk memilih iman dan kufur
3. Seorang muslim tidak dituntut untuk mengadili kekafiran seseorang atau menghakimi sesatnya orang lain. Allah sajalah yang akan menghakiminya nanti.
4. Keyakinan bahwa Allah SWT memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada budi pekerti mulia meskipun kepada orang musyrik. Allah juga mencela perbuatan dzalim meskipun terhadap kafir.
Adapun salah satu bentuk toleransi dalam Islam adalah menghormati keyakinan orang lain. Islam menghormati umat Yahudi yang beribadah di hari Sabtu dan sama halnya kepada umat Kristen yang beribadah ke gereja pada hari Minggu. Bukti toleransi lain yang diajarkan dalam Islam pun telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sendiri sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari bahwa, suatu ketika ada jenazah orang Yahudi melintas di tepi nabi Muhammad SAW dan para sahabat, seketika itu pula Nabi Muhammad SAW berhenti dan berdiri. Kemudian salah satu sahabat berkata :Kenapa engkau berhenti Ya Rasulullah?, sedangkan itu adalah jenazah orang Yahudi. Nabi pun berkata : Bukankah dia juga manusia?. Hadits ini menunjukkan bahwa toleransi dalam perspektif Islam berlaku kepada semua manusia tanpa terkecuali, termasuk kepada orang yang beda agama.
Dari pandangan John Hick dan pandangan Yusuf al-Qardhawi dapat disimpulkan bahwa toleransi memang dibutuhkan kehadirannya agar dapat menciptakan dunia yang damai. Secara kasat mata, kedua tokoh inipun dapat dijadikan teladan dalam toleransi. John Kick yang beragama Kristen dan Yusuf al-Qardhawi yang beragam Islam sama-sama mengeluarkan pendapatnya mengenai toleransi antar manusia. Inti dari pengamatan John Hick diilustrasikan sebagai banyaknya jalan menuju ke puncak gunung yang sama, semua agama dunia mengarah pada Realitas-Ultima yang sama.
Pandangan John Hick mengenai Pluralisme Agama dalam Islam
Dari pandangan toleransi, John Hick melanjutkan pengamatannya kepada Pluralisme Agama. Sebelum membahas tentang pluralisme agama, penulis akan menjabarkan pengertian pluralisme itu sendiri. Pluralisme memiliki pengertian dari beberapa bidang. Dalam jurnal ini, penulis akan membahas pluralisme dalam ilmu sosial. Pluralisme dalam hal ini merupakan konsep pemahaman tentang kehidupan majemuk (plural) yang harus ditata sedemikian rupa untuk menciptakan suasana saling menghargai dan menghormati guna menghindari konflik.
Paham ini muncul akibat reaksi dari tumbuhnya klaim kebenaran oleh masing-masing kelompok terhadap pemikirannya sendiri . Persoalan klaim kebenaran inilah yang dianggap sebagai pemicu lahirnya radikalisasi agama, perang dan penindasan atas nama agama. Konflik horisantal antar pemeluk agama hanya akan selesai jika masing-masing agama tidak menganggap bahwa ajaran agama meraka yang paling benar. Itulah tujuan akhir dari gerakan pluralisme ; untuk menghilangkan keyakinan akan klaim kebenaran agama dan paham yang dianut, sedangkan yang lain salah.
Pluralisme Agama adalah sebuah gagasan tentang agama-agama besar dunia yang memiliki persepsi dan konsepsi yang sangat beragam, dan juga respon yang berbeda-beda terhadap Yang Maha Agung dalam kehidupan manusia. Pluralisme agama adalah sebuah teori khusus tentang hubungan antar agama yang memiliki klaim-klaim kebenaran sendiri dan kompetitif. Dengan kata lain, paham ini ingin mengatakan bahwa tidak ada agama yang paling benar diantara agama yang lainnya, atau setidak-tidaknya semua agama sama benarnya.menurut atau kebhinekaan agama merupakan kenyataan yang bersifat aksiomatis (tidak bisa dibantah), dan merupakan keniscayaan sejarah (historical necessary) yang bersifat universal. Pluralitas agama dipandang sebagai bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dilenyapkan dan harus disikapi.
Dalam pandangan Barat, membicarakan pluralisme agama oleh umat-umat muslim merupakan upaya yang amat sia-sia karena menurut perspektif Barat, Islam tidak akan bisa menerima keberagaman yang ada didunia karena, dalam pandangan Islam, ajaran yang benar hanyalah agama Islam dan mengecap buruk semua agama lain. Dan bahkan penolakan keberagaman ini dapat dilihat melalui kasus terorisme oleh umat muslim. Untuk toleransi sendiri, dalam pandangan orang-orang Barat, tidak akan Islam menerapkan toleransi karena, para muslim dasarnya memiliki sifat etnosentrisme dan hanya mengikuti mengikuti ajaran-ajaran orang terdahulu tanpa melihat perubahan zaman yang ada.
Pandangan-pandangan sinis dari Barat kepada Islam sebenarnya bukan lagi hal yang baru. Perbuatan-perbuatan orang kafir yang mengatasnamakan Islam, nyatanya lebih memengaruhi pandangan Barat ketimbang perilaku-perilaku baik Islam yang berpengaruh pada dunia seperti: penemuan pelajaran sistem pemersatu angka rasional dan tidak rasional yang lebih dikenal dengan pelajaran Aljabar yang ditemukan oleh Al- Jabr Wal Mugabala.
Pada kenyataannya, John Hick mengemukakan bahwa sebenarnya Islam memandang keragaman dan pluralisme seperi suatu satu kesatuan yang saling mendorong ke arah perdamaian dan keteriban dunia. John Hick menambhakan dalam bukunya lalala bahwa hal ini dapat dilihat dari kitab suci umat Islam yang menganjurkan kepada umatnya tidak hanya menerima perbedaan manusia, namun juga turut merangkul keragaman yang ada karena kehendak Allah SWT. Ibnu Khald??n sebagai contoh. Ia memberikan sebuah pernyataan perihal pentingnya interaksi sosial, menurutnya, manusia pada tabiatnya adalah makhluk yang bersosial. Karena itu, interaksi sosial merupakan sebuah keniscayaan dan fenomena yang tak bisa dihindari. Manusia sebagai makhluk sosial harus mengakui perbedaan keyakinan dan identitas agama masing-masing. Prinsip-prinsip dalam bertoleransi telah diajarkan dalam Al-Qur’an, Rasulullah pun telah memberi contoh tauladan bagaimana seharusnya seorang muslim hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain secara damai.
Oleh karena itu, jelaslah bahwa sebenarnya ajaran Islam itu toleran terhadap pluralitas agama dengan kata lain, freedom of religion and belief pada hakikatnya menjadi prinsip dasar al-Qur’an.
Pluralisme di Indonesia
Saat ini pluraslisme menjadi polemik baru di Indonesia. Disaat dibelahan dunia lain sudah dapat mencoba untuk membudayakan toleransi dan menerapkan pluralisme agama, Indonesia masih dalam tahap pengertian jelas mengenai arti pluralitas sendiri. Pertentangan ini terjadi karena kerancuan bahasa dan intepretasi berbeda-beda tentang pluralisme. Kerancuan ini menimbulkan berbagai perspektif di masyarakat. Ada yang menyebutkan pluralisme tidak hanya mencakup sosial kultur tetapi juga semangat religius, ada pula yang menyebutkan pluralisme muncul hanya sebagai alasan pencapuran agama bahkan, ada yang berpendapat bahwa pluralisme sebenarnya digunakan untuk merubah suatu ajaran agama menjadi ajaran agama lain.
Kerancuan pengertian ini berdampak kepada aturan negara. Pada tahun 2005, MUI mengeluarkan fatwa bahwa MUI mengharamkan adanya pluralisme, dan isme-isme lainnya karena dianggap bahwa pluralisme ini merupakan gerkan pemikiran sosial yang akan menjauhkan umat Islam dari ajarannya. MUI sangat khawatir apabila rakyat Indonesia kehilangan identitasnya dan mulai meragukan ajaran Islam karena adnya persamaan agama. Pelarangan MUI ini dibuat sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terkait dengan perlunya perlingdungan akidah umat Islam. Selain itu, dalam tingkt global, negara-negara Barat sedang menggembor-gemborkan pluralisme yang menurut MUI merupakan bentuk promosi pluralisme.
MUI mendefinisikan pluralisme sebagai suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan kebenaran agama bersifat relatif oleh sebab itu, tidak ada agama yang merasa unggul diantara yang lainnya. Penangkapan arti pluralisme oleh MUI agak berbeda dengan penafsiran aktivis pluralisme mengenai dunia surgawi.
Dalam kenyataannya, pluralisme tidak semata hanya menunjuk pada kemajemukan namun adanya keaktifan seseorang dalam menghadapi kemajemukan yang ada. Dengan kata lain pengertian pluralisme agama sebenarnya tidak hanya sebatas mengakui adanya agama lain namun, terlibat dalam suatu usaha untuk memahami perbedaan guna mencapai kerukunan.
Kesimpulan
Dari jurnal ini dapat disimpulkan bahwa arti sesungguhnya pluralisme agama ialah sebuah gagasan tentang agama-agama besar dunia yang memiliki persepsi dan konsepsi yang sangat beragam, dan juga respon yang berbeda-beda terhadap Yang Maha Agung dalam kehidupan manusia. Pluralisme agama merupakan suatu teori khusus tentang hubungan antar agama yang memiliki klaim-klaim kebenaran sendiri dan kompetitif.
Dalam jurnal ini juga dikemukakan sebuah pandangan tentang pluralisme agama dari tokoh kristiani yaitu John Hick. Meskipun berlatar belakang Kristen, pada nyatanya John Hick juga meneliti sikap berbagai agama mengenai pluralisme itu sendiri. John Hick juga tidak hanya berbicara tentang perbedaannya namun juga membahas tentang sikap dalam menghadapi kemajemukan. Hick mengungkapkan pentingnya toleransi antar umat agama agar tetap menciptakan perdamaian dunia. Menurut Hick, toleransi dapat dimulai dengan mencoba melihat kebenaran yang ada diluar agama yang dianut sebab, kepercayaan bahwa kebenaran tidak hanya ada dalam satu agama. Hal ini berarti merelatifkan kebenaran Tuhan yang absolut.
Paham pluralisme yang tengah marak diupayakan oleh negara-negara lain lama kelamaan hadir di Indonesia melalui aksi dari aktivis pluralisme mancanegara. Dan disaat ngaara-negara dibelahan dunia lain sudah dapat mencoba untuk membudayakan toleransi dan menerapkan pluralisme agama, Indonesia masih dalam tahap pengertian jelas mengenai arti pluralitas sendiri. Pertentangan ini terjadi karena kerancuan bahasa dan intepretasi berbeda-beda tentang pluralisme. Kerancuan ini menimbulkan berbagai perspektif di masyarakat hingga menimbulkan kesalahpahaman pengertian seperti yang dianut oleh MUI.