Sebelum kita masuk ke bagian inti dari bahasan modul ini, kita harus tahu tahapan audit, dalam buku Modern Auditing (Boynton et all, 2003:270) disebutkan ada empat tahap audit:
‘ Yang pertama dilakukan adalah KAP memutuskan untuk menerima klien baru atau hanya melayani klien yang telah ada. Penentuan ini biasanya dilakukan oleh auditor yang berpengalaman yang berwenang mengambil keputusan penting. Auditor ingin membuat keputusan ini lebih awal, sebelum mengeluarkan biaya yang cukup besar yang tidak bisa ditutup kembali.
‘ Tahap kedua adalah merencanakan audit, yaitu membuat strategi audit untuk pelaksanaan dan penentuan lingkup audit.
‘ Tahap ketiga adalah, adalah melakukan pengujian audit, yaitu bagaimana pelaksanaan audit di lapangan.
‘ Tahap terakhir yaitu melaporkan temuan audit dalam bentuk laporan audit.
Yang menjadi fokus dari modul ini adalah:
‘ Bagaimana KAP menerima atau menolak sebuah perikatan
‘ Sebagian dari perencanaan audit yang berfokus pemahaman bisnis klien dan prosedur analitis
1. Bagaimana KAP memutuskan untuk menerima klien baru atau hanya melayani klien yang telah ada.
Proses dalam membuat keputusan perikatan audit merupakan tahap awal yang sangat penting untuk menghindari kesalahan dalam menerima atau menolak klien maka. Karena itu, KAP seharusnya melakukan tahapan penerimaan perikatan audit sebagai berikut (Boynton et al, 2003:271):
1) Mengevaluasi Integritas Manajemen
2) Mengidentifikasi Keadaan-Keadaan Khusus dan Risiko Luar Biasa
3) Menilai Kompetensi untuk Melakukan Audit
4) Mengevaluasi Independensi
5) Keputusan untuk Menerima atau Menolak Perikatan
6) Menyiapkan Surat Perikatan
Penjelasan masing-masing tahapan penerimaan perikatan audit adalah sebagai berikut:
1.1 Mengevaluasi Integritas Manajemen
Untuk mendapatkan keyakinan yang memadai tentang integritas manajemen klien, Standar Auditing seksi 230 p.2 menuntut auditor independen untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Dalam bukunya Guy (2002:458) menjelaskan bahwa sikap profesional mengharuskan auditor menggunakan sikap skeptis atau keraguan professional. Dalam sikap skeptis professional, auditor tidak boleh mengasumsikan manajemen tidak jujur atau menganggap kejujurannya tidak perlu dipertanyakan.
Ketika manajemen kurang memiliki integritas, terjadi kemungkinan yang lebih besar dalam kekeliruan (error) yang material dan ketidakberesan (irregularities) dalam proses penyusunan laporan keuangan. Hal ini akan berdampak pada ruang lingkup audit dan resiko audit yang bertambah. Untuk mencegah resiko yang diluar batas yang diterima, auditor harus mengevaluasi integritas manajemen terlebih dahulu sebelum melakukan perikatan.
1.1.1 Klien Baru
Klien baru adalah klien yang baru pertama kali diaudit oleh KAP bersangkutan. Klien baru dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
a. klien yang belum pernah diaudit KAP
b. klien yang sudah pernah diaudit oleh KAP sebelumnya.
Untuk mengevaluasi integritas manajemen calon klien baru, kantor akuntan publik harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut (Mulyadi,2002:123):
a. Melakukan Komunikasi dengan Auditor Pendahulu
Langkah ini hanya dilakukan kepada klien yang sudah pernah diaudit oleh KAP lain. Dalam standar auditing seksi 315 p.9 tentang Komunikasi antara Auditor Pendahulu dengan Auditor Pengganti menyatakan bahwa Auditor pengganti harus meminta keterangan yang spesifik dan masuk akal kepada auditor pendahulu mengenai masalah-masalah yang menurut keyakinan auditor pengganti akan membantu dalam memutuskan penerimaan atau penolakan perikatan. Hal-hal yang dimintakan keterangan harus mencakup:
‘ Informasi yang kemungkinan berkaitan dengan integritas manajemen.
‘ Ketidaksepakatan dengan manajemen mengenai penerapan prinsip akuntansi, prosedur audit, atau soal-soal signifikan yang serupa.
‘ Komunikasi dengan komite audit atau pihak lain dengan kewenangan dan tanggung jawab setara tentang kecurangan, unsur pelanggaran hukum oleh klien, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengendalian intern
‘ Pemahaman auditor pendahulu tentang alasan penggantian auditor.
Sebelum menerima suatu perikatan audit, auditor pengganti harus mencoba melaksanakan komunikasi tertentu berikut ini (Mulyadi,2002 :123):
‘ Meminta keterangan kepada auditor pendahulu mengenai masalah-masalah yang spesifik, antara lain mengenai fakta yang mungkin berpengaruh terhadap integritas manajemen, yang menyangkut ketidaksepakatan dengan manajemen mengenai penerapan prinsip akuntansi, prosedur audit, atau soal-soal 26 signifikan serupa, dan tentang pendapat auditor pendahulu mengenai alasan klien dalam penggantian auditor. Jawaban atas pertanyaan ini bermanfaat bagi auditor pengganti dalam mempertimbangkan penerimaan atau penolakan perikatan audit dari calon kliennya.
‘ Menjelaskan kepada calon klien tentang perlunya auditor pengganti mengadakan komunikasi dengan auditor pendahulu dan meminta persetujuan dari klien untuk melakukan hal tersebut. Jika calon klien menolak memberikan izin kepada auditor pendahulu untuk memberikan jawaban atau membatasi jawaban yang boleh diberikan, maka auditor pengganti harus menyelidiki alasan-alasan dan menpertimbangkan pengaruh penolakan atau pembatasan tersebut dalam memutuskan penerimaan atau penolakan perikatan audit dari calon kliennya.
‘ Mempertimbangkan keterbatasan jawaban yang diberikan oleh auditor pendahulu. Auditor pendahulu harus memberikan jawaban dengan segera dan lengkap atas pertanyaan yang masuk akal dari auditor pengganti, atas dasar fakta-fakta yang diketahuinya. Namun, jika auditor pendahulu harus memutuskan untuk tidak memberikan jawaban yang lengkap karena keadaan yang luar biasa, misalnya perkara pengadilan yang menurut auditor pendahulu potensial akan terjadi di masa yang akan datang, maka harus menunjukkan bahwa jawabannya adalah 27 terbatas. Apabila auditor pengganti menerima suatu jawaban yang terbatas, maka harus mempertimbangkan pengaruhnya dalam memutuskan penerimaan atau penolakan dari calon kliennya.
b. Meminta Keterangan Kepada Pihak Ketiga
Informasi tentang integritas manajemen dapat diperoleh dengan meminta keterangan kepada (Mulyadi, 2002:124):
‘ Penasehat hukum klien tentang kemungkinan adanya gugatan hukum terhadap klien dari pihak yang dirugikan karena keputusan yang diambil berdasarkan laporan keuangan klien.
‘ Pejabat bank tentang kestabilan dan ketidakstabilan keuangan klien yang dapat dilihat dari kemampuan klien dalam melunasi utang-utangnya dan penambahan modalnya.
‘ Pihak lain dalam masyarakat keuangan dan bisnis yang mempunyai hubungan bisnis dengan calon klien.
Sumber informasi lainnya untuk melihat tingkat integritas manajemen adalah berita dari surat kabar mengenai pergantian manajemen, review laporan keuangan yang diterbitkan oleh BEI untuk perusahaan yang sudah go public, dan informasi lain yang berfokus pada penggantian auditor.
Setelah mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen, maka auditor dapat mengambil keputusan melakukan audit atau mengundurkan diri dari perikatan klien.
1.1.2 Klien Lama
Untuk mengevalusi integritas manajemen, maka kantor akuntan publik harus melakukan hal ini yaitu (Mulyadi, 2002:125) Melakukan Review terhadap Pengalaman Auditor di Masa Lalu dalam Berhubungan dengan Klien yang Bersangkutan
Sebelum memtuskan untuk melanjutkan atau menghentikan hubungan dengan klien dalam perikatan audit, auditor harus mempertimbangkan pengalamannya dengan klien dalam perikatan audit sebelumnya. Misalnya, auditor perlu mempertimbangkan adanya kekeliruan atau kecurangan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh klien yang ditemukan dalam audit atas laporan keuangan tahun sebelumnya.
1.2 Mengidentifikasi Kondisi Khusus dan Risiko Tidak Biasa
Elemen penting dari audit melibatkan penilaian risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Akuntan publik juga menaruh perhatian terhadap risiko bisnis auditor (auditor’s business risk) jika dihubungkan dengan perusahaan yang memiliki masalah kesulitan keuangan atau kelangsungan usaha (Boynton et al, 2003:274).
Risiko bisnis auditor adalah risiko dimana auditor atau KAP akan menderita kerugian karena melakukan perikatan, meskipun laporan audit yang dibuat untuk klien dinyatakan unqualified opinion, misalnya adanya tuntutan di pengadilan oleh pihak yang merasa dirugikan karena penggunaan jasa dari kantor akuntan publik, sanksi hukuman yang ditetapkan oleh organisasi profesi seperti IAI, hukuman masyarakat berupa tuduhan yang sifatnya menjelekkan atau menilai rendah reputasi suatu KAP dan berusaha untuk tidak menggunakan jasanya dan kemungkinan tidak dibayar oleh klien.
Berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan oleh auditor tentang kondisi khusus dan risiko luar biasa yang mungkin berdampak terhadap penerimaan perikatan audit dari calon klien dapat diketahui dengan langkah-langkah sebagai berikut (Mulyadi, 2002:126):
1. Mengidentifikasi Pemakai Laporan Keuangan Auditan
Bapepam, badan pengatur (regulatory body), bank dan lembaga keuangan lain, pemegang saham dan pasar modal adalah pemakai utama laporan audit. Perusahaan publik yang sebagian kepemilikannya berada di tangan masyarakat melalui pasar modal berbeda tuntutan atas jasa audit dibandingkan dengan perusahaan perorangan dan PT tertutup (suatu perseroan terbatas yang sahamnya dimiliki oleh kalangan tertentu). Perusahaan yang berada di bawah pengaturan badan pengatur juga berbeda tuntutan atas jasa audit dibandingakan perusahaan yang bebas. Karena Bapepam dan badan pengatur menetapkan persyaratan pelaporan lebih dibandingkan perusahaan-perusahaan biasa, auditor harus mempertimbangkan tambahan persyaratan pelaporan yang dikenakan terhadap kliennya, Karena tambahan persyaratan tersebut akan menuntut tambahan kompetensi yang dimiliki oleh auditor, menambah biaya audit, dan meningkatkan tanggungjawab legal auditor.
2. Memperkirakan Adanya Persoalan Hukum tentang Stabilitas Keuangan dan Legal Calon Klien di Masa Depan
Dalam mempertimbangkan penerimaan perikatan audit dari calon klien, auditor perlu mempertimbangkan factor risiko luar biasa yang kemungkinan ada dalam perusahaan klien. Jika pada saat auditor mempertimbangkan penerimaan perikatan audit, mendapatkan informasi bahwa calon klien sedang menghadapi tuntutan pengadilan, ada kemungkinan auditor akan terlibat dalam perkara pengadilan yang dihadapi 31 oleh calon kliennya. Oleh karena itu, auditor dapat mempertimbangkan untuk menolak perikatan audit dari klien yang diperkirakan akan menghadapi tuntutan pengadilan dan auditor diperkirakan akan terlibat secara mendalam dengan perkara tersebut.
Auditor juga dapat mempertimbangkan untuk menolak perikatan audit, jika auditor mendapatkan informasi bahwa calon kliennya menghadapi kesulitan keuangan, seperti kesulitan yang dihadapi oleh calon klien dalam memenuhi kewajiban keuangannya, dan kebutuhan klien untuk menambah modal. Kesulitan keuangan yang dihadapi oleh calon klien dapat mendorong manajemen melakukan salah saji material dalam laporan keuangannya untuk menutupi masalah keuangan tersebut.
3. Mengidentifikasi pembatasan lingkup
Ketika mempertimbangkan apakah akan menerima suatu perikatan, auditor harus mengevaluasi apakah pembatasan lingkup audit meningkatkan risiko yang menyebabkan auditor tidak dapat menerbitkan pendapat wajar tanpa pengecualian. Jika manajemen mencegah kunjungan ke lokasi-lokasi tertentu yang dianggap material oleh auditor, atau membatasi hubungan dengan konsumen atau pemasok tertentu, auditor harus mempertimbangkan apakah tindakan-tindakan tersebut menyebabkan diterbitkannya pendapat wajar tanpa pengecualian (Boynton et al., 2003: 275).
4. Mengevaluasi Kemungkinan Dapat atau Tidaknya Laporan Keuangan Calon Klien Diaudit (Audibilitas Perusahaan Klien)
Pengauditan didasarkan pada asumsi bahwa data laporan keuangan bisa diverifikasi. Data dikatakan bisa diverifikasi apabila dua orang berkualifikasi tertentu atau lebih, melakukan pemeriksaan secara independent satu dengan lainnya, diperoleh kesimpulan yang sama dari data yang diperiksanya. Masalah bisa tidaknya data diverifikasi terutama berkaitan dengan ketersediaan bukti audit yang memiliki keabsahan sesuai dengan audit yang dilakukan. Dalam melakukan pengauditan, auditor mengumpulkan bukti audit untuk menentukan validitas dan ketepatan perlakuan akuntansi atas transaksi-transaksi dan saldo-saldo. Dalam konteks ini, validitas berarti otentik, benar, baik atau berdasar, dan ketepatan berarti sesuai dengan aturan akuntansi yang telah ditetapkan (Jusup, 2001:43).
Bukti audit merupakan konsep fundamental dalam auditing. SA 326.14 menyatakan bahwa bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari (Jusup, 2001:123):
a. Data Akuntansi yaitu: jurnal, buku besar, buku besar pembantu, buku pedoman akuntansi, memorandum dan catatan tak resmi seperti kertas kerja, perhitungan-perhitungan dan rekonsiliasi.
b. Informasi Penguat yaitu: dokumen seperti cek, faktur, surat kontrak, notulen rapat; konfirmasi dan pernyataan tertulisdari pihak yang mengetahui; informasi yang diperoleh melalui pengajuan pertanyaan; dan informasi lain yang dekembangkan atau tersedia bagi auditor.
Dalam sistem pengolahan data elektronik (electronic data processing), data akuntansi dan informasi penguat bisa berbentuk media elektronik seperti pita magnetic dan disk, tapi bisa juga dalam bentuk hardcopy atau dalam bentuk dokumen. Semakin bergantungnya perusahaan pada pemrosesan data elektronik, auditor harus mempertimbangkan implikasi apakah bukti penguat tersedia dalam bentuk dokumen, atau bukti penting hanya tersedia dalam bentuk elektronik.
Berdasarkan penjelasan di atas, sebelum menerima atau menolak suatu perikatan, auditor seharusnya mengevaluasi apakah terdapat kondisi-kondisi lain yan menimbulkan pertanyaan mengenai kemungkinan dapat atau tidaknya laporan keuangan calon klien diaudit (audibilitas klien). Kondisi tersebut dapat dilihat dari ketidaktersediaan data akuntansi dan informasi penguat yang dibutuhkan dalam audit seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, selain itu perusahaan tidak memiliki struktur pengendalian intern yang memadai dan adanya pembatasan dari klien atas audit yang akan dilakukan.
Bila auditor berhadapan dengan situasi demikian, maka sebaiknya menolak perikatan atau memberi pengertian kepada klien mengenai kemungkinan adanya pengaruh dari kondisi demikian terhadap laporan auditor.
2.4.3.Penentuan Kompetensi Auditor untuk Melaksanakan Audit Standar umum yang pertama dalam standar auditing menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang memadai sebagai auditor. Oleh karena itu, sebelum auditor menerima suatu perikatan audit, harus mempertimbangkan apakah auditor dan tim auditnya memiliki kompetensi yang memadai untuk menyelesaikan perikatan tersebut, sesuai dengan standar auditing yang ditetapkan oleh IAI. Umumnya, pertimbangan tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi anggota kunci tim audit dan mempertimbangkan perlunya mencari bantuian spesialis dalam pelaksanaan audit. 1. Mempertimbangkan Jasa yang Diinginkan Kebanyakan klien yang memerlukan suatu audit juga memerlukan jasa tambahan. Klien dapat meminta rekomendasi auditor mengenai sistem pengukuran kinerja atau peningkatan pengendalian internal. Kantor akuntan harus mempertimbangkan apakah ia memiliki kompetensi untuk melaksanakan semua jasa yang diperlukan oleh klien dalam suatu perikatan audit (Boynton et al., 2003: 276). 2. Mengidentifikasi Tim Audit Penempatan staf audit merupakan salah satu dari empat keputusan kunci yang harus dipertimbangkan auditor berkenaan dengan pengumpulan bukti audit. Lebih lanjut, penempatan staf ke dalam perikatan audit merupakan salah satu dari sembilan elemen pengendalian mutu. Tujuannya adalah untuk 35 memastikan bahwa pengetahuan, keahlian, dan kemapuan tim audit sesuai dengan kebutuhan staf professional perikatan. Tim audit pada umumnya terdiri dari: a. Seorang partner yang akan bertanggung jawab terhadap penyelesaian seluruh perikatan audit. b. Seorang manajer atau lebih yang mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan program audit. c. Seorang senior atau lebih yang bertanggung jawab atas sebagian program audit dan melakukan supervisi serta me-review pekerjaan staf asisten (Jusup, 2001:176). d. Staf asisten yang melaksanakan berbagai prosedur audit yang diperlukan dalam pelaksanaan program audit. 3. Mempertimbangkan Kebutuhan Konsultasi dan Penggunaan Spesialisasi Dalam mempertimbangkan perikatan audit dari calon klien, auditor kemungkinan akan menghadapi masalah berikut ini, yang mungkin memerlukan pekerjaan spesialis: a. Penilaian (misalnya, karya seni, obat-obatan khusus dan restricted
securities). b. Penentuan karakter fisik yang berhubungan dengan kuantitas yang tersedia atau kondisi (misalnya, cadangan mineral atau tumpukan bahan baku yang ada di gudang). c. Penentuan nilai yang diperoleh dengan menggunakan teknik atau metode khusus (misalnya, beberapa perthitungan actuarial). 36 d. Penafsiran persyaratan teknis, peraturan atau persetujuan (misalnya, pengaruh potensial suatu kontrak atau dokumen hukum lainnya, atau hak atas property). Jika menurut pertimbangan, auditor akan menjumpai situasi yang memerlukan pengetahuan khusus, maka perlu melakukan konsultasi dengan spesialis. Spesialis adalah orang atau perusahaan yang memiliki keterampilan atau pengetahuan khusus dalam bidang tertentu selain akuntansi dan auditing. Contoh spesialis antara lain: ahli geologi, penasihat hukum, penilai (appraiser), dan aktuaris. Auditor harus mengadakan pemilihan spesialis yang memiliki kompetensi dala bidangnya, jika harus pihak yang bebas dari kliennya. Untuk dapat memilih spesialis, auditor harus memahami lebih dahulu usaha kliennya. Jumlah spesialis serta serta saat jasa diperlukan harus direncanakan dengan baik untuk mendapatkan kepastian mengenai ketersediaan jasa spesialis tersebut saat diperlukan. Untuk memilih spesialis, auditor harus mempertimbangkan hal-hal penting, seperti: a. Sertifikat professional, lisensi, atau pengakuan kompetensi dari spesalis dalam bidangnya. b. Reputasi dan kedudukan spesialis di mata para rekan sejawat dan pihak lain yang mengenal kemampuan atau kinerjanya. c. Hubungan antara spesialis dengan klien. 37 Umumnya, auditor harus mengusahakan untuk memperoleh spesialis yang independen dari lien. Pekerjaan spesialis yang tidak berkaitan dengan klien biasanya akan memberikan tingkat keyakinan lebih tinggi bagi auditor mengenai keandalan hasil kerja spesialis, karena objektivitas spesialis menjadi tinggi.
2.4.4.Evaluasi terhadap Independensi Auditor Standar Profesi Akuntan Publik SA Seksi 220 p.1 menyatakan bahwa: ‘Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.’ Disamping itu, Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik mengatur tentang independensi auditor dan stafnya sebagai berikut: ‘Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independent di dalam memberikan jasa professional sebagaimana diatur dalam standar professional akuntan public yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Sikap mental independent tersebut harus meliputi independent dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).’ Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain dan diartikan sebagai adanya kejujuran dalam diri auditor dalm mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif, tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatrakan pendapatnya (Mulyadi, 2002:26). Standar Profesi Akuntan Publik SA Seksi 220 p.2-3 menyatakan bahwa: ‘Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan demikian, ia tidak dibenarkan untuk memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap 38 tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independent sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan yang oleh mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independent tersebut. Untuk menjadi independent, auditor harus secara intelektual jujur.’ Pihak manajemen memerlukan jasa pihak ketiga agar pertanggungjawaban laporan keuangan kepada pihak luar dapat dipercaya, sedangkan pihak luar perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk mendapatkan keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar keputusan-keputusan yang akan diambil oleh pihak luar. Karena pihak luar perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk menilai keandalan pertanggungjawaban keuangan yang disajikan manajemen dalam laporan keuangannya, keadaan ini memicu timbulnya kebutuhan jasa profesi akuntan publik. Oleh karena itu, dari profesi akuntan publik inilah masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen dalam bentuk laporan keuangan. Sehingga, profesi akuntan publik ini menjadi profesi kepercayaan masyarakat (Mulyadi, 2002:4). ‘Not only it is essential for auditor to maintain an independend attitude in
fulfilling their responsibilities, but it is also important that the users of financial
statements have confidence in that independence. These two objective are often
frequently as independence in fact and independence in appearance.'(Arens, 2000:87). 39 Kedua aspek tersebut mempunyai hubungan yang erat, hal ini diungkapkan oleh Arens (2000:87): ‘If auditor are independend in fact, but users believe them
to be advocates for the client, most of the value of audit function will be lost.’ Meskipun akuntan public telah bersikap objektif dalam pemeriksaan akuntansi atau independent dalam penampilan, tetapi apabila pemakai laporan keuangan meragukan keindependensiannya, maka dapat dikatakan bahwa akuntan publik tersebut tidak independent. Karena itu independensi dalam kenyataan (in fact) harus diikuti dengan independensi dalam penampilan (in
appearance), supaya akuntan public tersebut dapat dikatakan independent. Dalam buku Auditing (2000), Arens mengungkapkan tentang independensi dalam kenyataan (in fact) bahwa: ‘Independence in fact exists when the auditor
is actually able to maintain an unbiased attitude throughout the audit.’ Independensi dalam kenyataan (in fact) berkaitan dengan akuntan publik yang bersikap bebas dari pengaruh kepentingan pribadi serta kemampuan akuntan publik untuk mempertahankan sikap tidak memihak kepada klien selama melaksanakan audit. Akuntan publik harus bersikap jujur dalam mempertimbangkan fakta-fakta yang dijumpai saat melakukan audit maupun dalam memberikan pendapat atau opini. Independensi dalam penampilan (in appearance) adalah: independen dipandang dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang di audit yang mengetahui hubungan antara auditor dengan kliennya. Auditor akan dianggap tidak independen apabila auditor tersebut mempunyai hubungan tertentu (misalnya hubungan keluarga, hubungan keuangan) dengan kliennya 40 yang dapat menimbulkan kecurigaan bahwa auditor tersebut akan memihak kliennya atau tidak independen. Oleh karena itu, auditor tidak hanya harus bersikap bebas menurut faktanya, tapi juga harus menghindari keadaan-keadaan yang membuat orang lain meragukan kebebasannya (Munawir, 1995:35). Karena akuntan publik mempunyai kepentingan-kepentingan pribadi yang menyebabkan hilangnya independensi, maka akuntan publik wajib menghindari keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan piahak luar atau pemakai laporan keuangan meragukan sikap independensinya. Menurut Boynton et al (2003:106) hal-hal yang dapat mempengaruhi independensi, antara lain: 1. Kepentingan Keuangan 2. Hubungan Bisnis 3. Jasa Lain Bagi Klien 4. Litigasi (Permasalahan Hukum) 5. Fee yang Belum Dibayar 6. Hubungan Keluarga atau Pribadi Apabila auditor mengahadapi mengalami hal-hal tersebut diatas, maka dapat mengurangi independensi auditor dalam melakukan penugasan. Dalam keadaan demikian auditor harus mengundurkan diri atau menolak semua penugasan audit atas laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, sebelum menerima klien audit baru, kantor akuntan publik harus melakukan evaluasi apakah ada hal-hal yang dapat mengganggu independensinya terhadap klien. Salah satu prosedur yang 41 sering ditempuh adalah mengirim surat edaran kepada semua staf profesional kantor akuntan publik yang bersangkutan dengan menyebutkan nama calon klien, untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya hubungan keuangan atau ada hubungan keluarga dengan calon klien tersebut. Apabila disimpulkan bahwa persyaratan independensi tidak dapat dipenuhi, maka perikatan harus ditolak atau calon klien harus diberi informasi bahwa apabila audit tetap dilaksanakan, maka auditor akan memberikan pendapat ‘menolak memberi pendapat’. Selain itu kantor akuntan publik harus memastikan bahwa menerima klien tersebut tidak akan menimbulkan pertentangan kepentingan dengan klien lainnya (Jusup, 2001:178).
2.4.5.Penentuan Kemampuan Auditor dalam Menggunakan Kemahiran
Profesionalnya dengan Cermat dan Seksama Standar Umum Ketiga berbunyi: Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Standar ini menuntut auditor independen untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Penggunaan kemahiran profesional dengan kecermatan dan keseksamaan menekankan tanggung jawab setiap profesional yang bekerja dalam organisasi auditor independen untuk mengamati standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (SA Seksi 230 p.2). Kecermatan dan keseksamaan penggunaan kemahiran professional auditor ditentukan oleh ketersediaan waktu yang memadai untuk 42 merencanakan dan melaksanakan audit. Factor-faktor penting dalam menentukan kemampuan untuk melaksanakan kecermatan dan ketelitian adalah (Jusup, 2001:179): a. Saat Penunjukan Dalam uraian diatas telah disinggung bahwa tahap pertama dari suatu audit (penerimaan perikatan) idealnya terjadi enam hingga sembilan bulan sebelum akhir tahun buku klien. Namun, dalam praktik sering terjadi penunjukan auditor baru terjadi hanya beberapa hari menjelang penutupan buku, bahkan setelah akhir tahun buku. Penunjukan auditor secara dini oleh klien, dan penerimaan perikatan oleh auditor akan berpengaruh pada perencanaan audit. Sebagai contoh, penunjukan secara dini dalam tahun buku yang sedang berlangsung akan memberi keleluasaan bagi auditor untuk membuat penjadwalan pekerjaan lapangan. Pertimbangan atas standar pekerjaan lapangan pertama memicu kesadaran bahwa penunjukan auditor independen secara dini akan memberikan banyak manfaat bagi auditor maupun klien. Penunjukan secara dini memungkinkan auditor merencanakan pekerjaannya sedemikian rupa sehingga pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan cepat dan efisien serta dapat menentukan seberapa jauh pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan sebelum tanggal neraca (SA Seksi 310 p.3) Sebaliknya, apabila penerimaan perikatan terjadi pada saat mendekati atau sesudah akhir tahun buku, auditor bisa mendapat 43 berbagai hambatan dalam perencanaan audit dan pelaksanaan pekerjaan lapangan, termasuk auditor harus menggeser ke belakang prosedur-prosedur yang seharusnya dilakukan pada tanggal neraca, misalnya observasi perhitungan fisik persediaan. Apabila auditor tidak yakin bahwa sebagai akibat saat penunjukan yang terlambat sehingga banyak prosedur audit dilakukan setelah tanggal neraca, dapat melakukan audit sesuai dengan standar auditing, maka sejak awal klien harus diberitahu kemungkinan auditor tidak dapat memberi pendapat wajar tanpa pengecualian, karena adanya keterbatasan dalam saat dan lingkup audit. b. Penjadwalan Audit Waktu pelaksanaan pekerjaan lapangan pada umumnya dapat di bagi menjadi dua kategori yaitu: (i) Pekerjaan Interim (interim work) yaitu pekerjaanpekerjaan yang biasanya dilakukan dalam kurun waktu antara tiga dampai empat bulan sebelum tanggal neraca. (ii) Pekerjaan Akhir Tahun (year-end work) yaitu pekerjaanpekerjaan yang biasanya dilakukan dalam kurun waktu tidak lama sebelum tanggal neraca sampai kira-kira tiga bulan setelah tanggal neraca. Pelaksanaan pekerjaan lapangan pada tanggal-tanggal interim sangat membantu dalam menyebarkan beban pekerjaan pemeriksaan secara lebih merata sepanjang tahun yang diperiksa. Ini berarti bahwa 44 pekerjaan tidak menumpuk di akhir tahun, yang seringkali merupakan saat-saat kritis bagi auditor, khususnya bila berhadapan dengan klien yang integritasnya diragukan. Jadwal yang rinci untuk penyelesaian suatu perikatan belum bisa dituntaskan samapi perikatan secara resmi dterima dan sampai beberapa tahapan dalam perencanaan audit telah diselesaikan. Namun demikian, dampak dari penerimaan klien baru atas jadwal kegiatan kantor akuntan public secara keseluruhan dan kemapuan untuk melayani klien yang sudah ada harus dipertimbangkan sebelum memutuskan menerima suatu perikatan. c. Penaksiran Kebutuhan Waktu Dalam mempertimbangkan penerimaan perikatan, auditor biasanya membuat suatu taksiran kebutuhan waktu audit sebagai bagian dari pertimbangan dalam penjadwalan. Pembuatan taksiran kebutuhan waktu meliputi estimasi tentang jumlah jam yang diperkirakan dibutuhkan oleh setiap tingkat staff (partner, manajer, senior, dan sebagainya) untuk menyelesaikan setiap bagian audit dengan cermat dan seksama. Jumlah taksiran waktu ini kemudian dikalikan dengan tarif per jam untuk setiap tingkat staf, kemudian ditambah dengan taksiran biaya transport dan biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan, sehingga bisa ditentukan taksiran biaya untuk melakukan perikatan. Angka taksiran ini yang akan digunakan oleh kantor akuntan public sebagai bahan diskusi dengan calon klien dalam 45 menetapkan honorarium audit. Meskipun honorarium audit dapat juga ditetapkan dengan dasar honorarium tertentu yang sudah pasti jumlahnya berdasarkan kesepakatan dengan klien (fixed-fee basis), tetapi dalambanyak hal honorarium didasarkan atas dasar tariff per jam ditambah dengan penggantian biaya-biaya lain. Apabila perikatan telah diterima, rincian anggaran waktu dan jadwal pekerjaan lapangan selanjutnya akan dikembangkan sebagai langkah tambahan dalam tahap perencanaan. Partner yang ditunjuk untuk menangani penugaan harus memberi persetujuan atas anggaran waktu yang ditetapkan pada awal audit dan atas perubahan waktu yang mungkin diperlukan. Setelah audit berjalan, maka waktu yang digunakan sesungguhnya untuk audit pada semua bagian audit akan dibandingkan dengan waktu yang dianggarkan dengan maksud untuk mengawasi biaya atas audit secara keseluruhan. d. Personil Klien Penggunaan personil klien juga mempunyai dampak yang besar dalam penentuan staf dan penjadwalan, dan pada akhirnya juga berpengaruh pada honorarium audit. Pekerjaan auditor intern berpengaruh pada pekerjaan akuntan public. Pengaruh ini berkaitan dengan tiga kategori prosedur auditing, yaitu: prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien, pengujian pengendalian, dan pengujian substantive. Selain itu, 46 personil-personil klien lainnya dapat digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas tertentu seperti (Mulyadi, 2002:130): (i) Pembuatan daftar saldo akun buku besar (working trial
balance). (ii) Rekonsiliasi akun control (controlling account) dalam buku besar dengan akun buku pembantu (subsidiary
ledger) yang bersangkutan. (iii)Pembuatan daftar umur piutang. (iv)Pembuatan daftar polis asuransi yang berlaku, piutang wesel, dan penambahan dan pengurangan aktiva tetap dalam tahun yang diaudit. Dalam membuat keputusan mengenai apakah akan menerima atau menolak suatu audit, penggunaan kemahiran profesional dengan kecermatan dan keseksamaan diperlukan untuk melihat kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan kantor akuntan publik menarik diri dari suatu audit. Kondisi yang dapat menyebabkan kantor akuntan publik menarik diri dari suatu audit termasuk (Boynton et al., 2003: 279):
‘ Kekhawatiran mengenai integritas manajemen atau penahanan bukti yang tampak selama audit.
‘ Klien menolak untuk membenarkan salah saji material dalam laporan keuangan. 47
‘ Klien tidak mengambil langkah ‘ langkah yang tepat untuk memperbaiki kecurangan atau tindakan melawan hukum yang ditemukan selama audit.
2.4.6.Menyiapkan Surat Perikatan Audit Langkah terakhir dalam tahap penerimaan perikatan adalah penyusunan surat perikatan. Surat perikatan merupakan surat perjanjian atau kontrak yang secara hukum mengikat auditor dan klien. Surat perikatan audit dibuat oleh auditor untuk kliennya yang berfungsi untuk mendokumentasikan dan menegaskan penerimaan auditor atas penunjukan oleh klien, tujuan dan lingkup audit, lingkup tanggung jawab yang dipikul oleh auditor bagi kliennya, kesepakatan tentang reproduksi laporan keuangan auditan, serta bentuk laporan yang akan diterbitkan oleh auditor. Baik auditor ataupun kliennya berkepentingan terhadap surat perikatan audit, karena dalam surat tersebut berbagai kesepakatan penting tentang perikatan audit di dokumetasikan, sehingga dapat decegah terjadinya kesalahpahaman yang mungkin timbul antara auditor dengan kliennya. Bentuk dan isi surat perikatan dapat bervariasi diantara klien, namun surat tersebut umumnya berisi (SA Seksi 320 p.5): a. Nama Perusahaan atau satuan organisasi dan laporan keuangan yang diperiksa. b. Tujuan audit atas laporan keuangan. c. Tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan. 48 d. Lingkup audit, termasuk penyebutan undang-undang, peraturan, pernyataan dari badan profesional yang harus dianut oleh auditor. e. Bentuk laporan atau bentuk komunikasi lain yang akan digunakan oleh auditor untuk menyampaikan hasil perikatan. f. Fakta bahwa karena sifat pengujian dan keterbatasan bawaan lain suatu audit, dan dengan keterbatasan bawaan pengendalian intern, terdapat resiko yang tidak dapat dihindari tentang kemungkinan beberapa salah saji material tidak dapat terdeteksi. g. Akses yang tidak dibatasi terhadap catatan, dokumentasi, dan informasi lain apa pun yang diminta oleh auditor dalam hubungannya dengan audit. h. Pembatasan atas tanggung jawab auditor. i. Komunikasi melalui e-mail. j. Dasar yang digunakan oleh auditor untuk menghitung fee audit dan pengaturan penagihannya (Mulyadi, 2002:131). k. Kesanggupan auditor untuk menyampaikan informasi tentang kelemahan signifikan dalam pengendalian intern yang ditemukan oleh auditor dalam auditnya (Mulyadi, 2002:131). l. Pengaturan reproduksi laporan keuangan auditan (Mulyadi, 2002:131). 49 Disamping itu, auditor dapat pula memasukkan hal berikut ini dalam surat perikatan auditnya (Mulyadi, 2002:131): a. Pengaturan berkenaan dengan perencanaan auditnya. b. Harapan untuk menerima penegasan tertulis dari manajemen tentang representasi yang dibuat dalam hubungannya dengan audit. c. Permintaan kepada klien untuk menegaskan bahwa syarat-syarat perikatan telah sesuai dengan membuat tanda penerimaan surat perikatan audit. d. Penjelasan setiap surat atau laporan yang diharapkan oleh auditor untu diterbitkan bagi kliennya. Jika relevan, butir-butir berikut ini dapat pula dimasukkan dalam surat perikatan audit (Mulyadi, 2002:131): a. Pengaturan tentang pengikutsertaan auditor lain dan atau tenaga ahli dalam beberapa aspek audit. b. Pengaturan tentang pengikutsertaan auditor intern dan staf klien yang lain. c. Pengaturan, jika ada, yang harus dibuat dengan auditor pendahulu, dalam hal audit tahun pertama. d. Pembatasan atas kewajiban auditor jika kemungkinan ini ada. e. Suatu pengacuan ke perjanjian lebih lanjut antara auditor dengan kliennya. 50 Dalam audit yang berlangsung berulangkali, auditor dapat memutuskan untuk tidak mengirimkan surat perikatan baru setiap tahun. Namun, faktor-faktor berikut ini dapat menyebabkan auditor untuk memutuskan pengiriman surat perikatan audit baru (Mulyadi, 2002:131): a. Adanya petunjuk bahwa klien salah paham mengenai tujuan dan lingkup audit. b. Adanya syarat-syarat perikatan yang direvisi atau khusus. c. Perubahan manajemen yang terjadi akhir-akhir ini. d. Perubahan signifikan dalam sifat dan ukuran bisnis klien. e. Persyaratan hukum. Berikut ini disajikan contoh surat perikatan audit atas laporan keuangan historis. Auditor harus mempertimbangkan berbagai aturan yang digariskan dalam SA Seksi 320.6 p.20 sesuai dengan keadaan yang dihadapinya dalam setiap perikatan secara individual. 51
KANTOR AKUNTAN PUBLIK
XXX Kepada: Dewan Komisaris atau Pihak Lain yang Memiliki Kewenangan dan Tanggung Jawab Setara. (butir a) Saudara telah meminta kami untuk mengaudit neraca ”’.(selanjutnya disebut ‘Perusahaan’) tanggal ”””’, dan laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Surat ini men