Essay: Manusia terlahir ke dunia ini dengan setiap hak individu yang diperolehnya…

Pendahuluan

Manusia terlahir ke dunia ini dengan setiap hak individu yang diperolehnya.Hak-hak tersebut seperti hak untuk hidup, hak mengeluarkan pendapat, hak memperoleh status kewarganegaraan, Hak-hak ini tercantum dalam Universal Declaration of Human rights 1948. Nyatanya hak-hak ini belum dapat dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini contohnya Rohingya. Rohingnya merupakan suatu etnis keturunan Bangladesh yang mayoritas dulunya menetap di Arakan, Myanmar.

Salah satu benih perselisihan antara etnis Rohingya dengan warga Budha Rakhine yaitu saat kekuasaan kolonial Inggris mengambil alih Arakan dan mengajurkan para petani yang rata-rata beretnis Rohingya untuk pindah ke daerah Arakan. Hal ini mendapat perlawanan dari warga sekitar yang semenjak saat itu terjadi pembataian satu sama lain. Konflik ini memuncak pada Juni 2012, ketika biksu Budha radikan Wirathu membangkitkan propaganda anti muslim dan membantai ratusan warga muslim, terutama warga etnis Rohingya.

Perselisihan antara masyarakat etnis Rohingya dengan warga Budha Rakhine menimbulkan banyaknya masyarakat etnis Rohingya melarikan diri ke negara tetanggadi kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia, Indonesia, dan Thailand. Hal ini tentunya menjadi persoalan sendiri bagi negara-negara tujuan.ASEAN sebagai organisasi yang berada pada wilayah ini bertanggung jawab dalam menangani masalah etnis Rohingya. Selain itu, hadirnya UNHCR yang merupakan sebuah organisasi dibawah naungan PBB menjalin kerja sama dengan Thailand, Indonesia, dan Malaysia dalam membantu melindungi dan memberikan solusi jangka panjang terkait kasus Rohingya.

Dari masalah ini munculah suatu pertanyaan penelitian bagaimanan peran organisasi seperti ASEAN dan UNHCR dalam menangani masalah pengungsi Rohingya di negara-negara tetangga.Masyarakat Rohignya membutuhkan bantuan dari luar untuk membantu mengatasi masalah diskriminasi dan hak asasi manusia yang dialaminya di Myanmar.Organisasi internasional seperti ASEAN dan UNHCR mempunyai peran yang penting karena organisasi mampu melakukan hubungan diplomasi dengan negara-negara serta dapat bekerja sama dalam memberikan perlindungan dan solusi untuk mengatasi masalah pengungsian Rohingya di negara-negara tetangga.

Literature review

Research Question : Bagaimana peran organisasi dan negara-negara tetangga dalam kasus Rohingya di Myanmar ?

Masalah etnis Rohingya bukan lagi masalah untuk negara Myanmar sendiri, tetapi sudah menjadi masalah regional bagi Asia Tenggara dan mendapat perhatian dari organisasi internasional PBB. Banyak nya pengungsi rohingya ke negara-negara tetangga seperti Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Bangladesh menyebabkan timbulnya permasalahan sendiri bagi negara tersebut. Bantuan dari organisasi internasional seperti UNHCR dan negara-negara tetangga sangat penting dalam menyelesaikan konflik rohingya dan dalam menjaga keamanan kehidupan masyarakat rohingya saat ini karena tidak adanya tanggapan untuk menyelesaikan masalah ini dari pemerintah Myanmar sendiri. Berikut merupakan argumen-argumen mengenai masalah etnis Rohingya yang sudah menjadi masalah dunia bukan negara Myanamr sendiri.

David Petrasek beragumen mengenai peran organisasi dalam membantu mengatasi masalah Rohingya. Peran UNHCR dalam menangani masalah para pengungsi Rohingya yaitu ada dua.Pertama UNHCR memonitori implementasi dari ‘garansi’ yang diberikan oleh pemerintah setempat untuk memulangkan para pengungsi. Kedua UNHCR juga memonitori dan memastikan bahwa para pengungsi mendapatkan keselamatan dan martabat para pengungsi yang akan dipulangkan. Dengan adanya UNHCR sebagai monitor suatu negara lebih memudahkan suatu negara untuk menerimanya.

Argumen diatas juga diperkuat oleh argument Eliane Coutes, bahwa dalam mengatasi masalah Rohingya diperlukan perhatian dan bantuan dari negara lain. Hal ini dikarenakan pengungsi rohingya sudah berada di beberapa negara tetangga Myanmar dan kasus ini bukan lagi menjadi masalah buat Myanmar saja.Yang terpenting saat ini adalah bagaimana negara-negara tetangga bisa membuat suatu strategi untuk membujuk pemerintah Myanmar untuk lebih memperhatikan kasus rohingya. Selain itu negara-negara regional juga dituntut untuk lebih peduli terhadap para pengungsi dengan cara menerima mereka dan memberikan hal sebagai pencari suaka.

Ian G. Robinson dan Iffat S. Rahman menambahkan bahwa untuk mengatasi masalah rohingya dibutuhkan aksi gabungan dari Burma, Bangladesh, ASEAN, UNHCR, dan mitra perdagangan barat. UNHCR harus menekan Burma untuk memberikan akses kepada independen kemanusiaan internasional untuk mencari fakta.Selain itu UNHCR harus menekan pemerintah Bangladesh to menandatangani dan meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951. Indonesia dan Malaysia berpotensi untuk memimpin ASEAN untuk mendukung atas nama Rohingya dan merumuskan strategi hubungan masyarakat di daerah Rakhine untuk melindungi semua pihak yang terkait.

Nyi Nyi Kyaw beragumen bahwa saat ini masyarakat Rohingya sangat membutuhkan bantuan dari negara lain melihat perlakuan pemerintah Myanmar kepada Rohingya. Walaupun upaya menyelesaikan masalah ini sangat susah tetapi bantuan mulai berdatangan dari beberapa pihak. Contohnya Bangladesh yang mulai melembutkan posisinya terhadp pengungsi Rohingya di Myanmar.Selain itu Uni Eropa mendonasikan US$15 milliar untuk membantu para pengungsi Rohingya untuk pindah ke tempat pengungsian baru.Tetapi masih banyak bantuan yang bisa dilakukan oleh komunitas internasional yang bisa meningkatkan kualitas hidup dan standart edukasi kaum Rohingya.

Di lain sisi Hema Letchamana menambahkan dengan argumen pentingnya pemberian pendidikan untuk para pengungsi Rohingya terutama anak-anak. Hema mengatakan bahwa para pengungsi yang termasuk anak-anak ini tidak memperoleh edukasi yang baik. Edukasi dibutuhkan oleh mereka untuk masa depan mereka yang lebih baik. Sebuah komunitas masyarakat dan organisasi dibawah naungan UNHCR mendirikan suatu pusat pembelajaran yang bertujuan untuk memberikan pendidikan yang selaykanya terhadap anak-anak dari para pengungsi. Dari pernyataan ini peran negara Malaysia dan organisasi dalam membantu masyarakat Rohingya di Malaysia merupakan salah satu bukti bahwa dengan adanya negara lain dan organisasi yang membantu dapat membantu masalah suatu negara maupun etnis khusunya Rohingya.

Bilveer Singh beragumen adanya kasus Rohingya membuat beberapa kelompok muslim di Indonesia dan Malaysia melakukan aksi demo, pengeboman, dan kerusuhan dengan penganut agama Budha yang di Indonesia maupun Malaysia. Hal ini mengakibatkan adanya perselisihan agama di negara lain antara kaum muslim dan kaum Budha. Kasus Rohingya menimbulkan keretakan baru di ASEAN yang sebagai organisasi tidak bisa membantu apalagi dengan menjadinya Myanmar sebagai ketua ASEAN walaupun saat ini negara-negara anggota ASEAN khususnya Indonesia dan Myanmar yang dengan aktif membujuk Myanmar untuk menghormati populasi muslim di negaranya.

Saya setuju dengan argumen yang menyatakan pentingnya peran negara-tetangga dan organisasi internasional maupun regional dalam mengatasi masalah etnis Rohingya di Myanmar, karena pemerintahan Myanmar sendiri tidak mengakui masyarakat etnis Rohingya sebagai warga negaranya. Hadirnya bantuan organisasi internasional dan negara tetangga dapat membantu meringankan beban para pengungsi masyarakat Rohingya.Organisasi internasional bisa dikatakan sebagai suatu pencerahan bagi masyrakat Rohingya sendiri.Organisasi mampu menggerakan negara-negara di wilayah Asia Tenggara untuk turun menolong etnis Rohingnya.

ASEAN dan UNHCR merupakan organisasi yang mempunyai andil besar dalam membantu mengatasi kasus pengungsi Rohingya.Namun dalam pelaksanaanya Organisasi internasional maupun regional dan negara-negara tetangga tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.Saya juga setuju mengenai argument bahwa perselisihan antara etnis Rohingya dan warga Budha Rakhine menimbulkan konflik agama di beberapa negara tetangga khususnya negara dengan mayoritas muslim seperti Indonesia dan Malaysia. Banyaknya perlawanan dari para kelompok muslim di Indonesia dan Malaysia menimbulkan perselisihan yang tidak hanya demonstrasi tetapi juga pengoboman dan tindakan kekerasan. Hal ini memperlihatkan bagaimana hadirnya suatu kelompok atau organisasi sebagai jembatan terhadap pemerintahan suatu negara untuk turun tangan dalam menangani kasus ini salah satunya dengan cara diplomasi.

Theoretical framework

Teori :Liberal Institusional

Definisi :
Institusional Liberalisme merupakan teori modern yang menyatakan bahwa hadirnya institusi internasional dapat meningkatkan kerjasama bantuan antar negara.

Argumen utama :

Institusi liberal diambil dari pikiran awal mengenai liberal tetang keuntungan dari efek adanya sebuah institusi internasional. Adanya institusi atau organisasi internasional dapat meningkatkan hubungan yang kooperatif diantara negara-negara. Tetapi para penganut pahal ini tidak menyatakan bahwa sebuah institusi dapat menjamin transformasi kualitif dari hubungan internasional, dari sebuah ‘hutan bebas’ menjadi ‘kebun binatang’ seperti yang dinyatakan oleh Woodrow Wilson. Institusi internasional bisa berupa institusi yang secara universal seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ataupun yang berada dalam suatu regional seperti ASEAN dan Uni Eropa.

Keohane dalam bukunya ‘Institutional Theory and Realist Challenge after the Cold War’ menyatakan bahwa para penganut paham institutional liberal beragumen bahwa tingkat institusionalisasi yang secara signifikan menstabilisasi efek dari anarki multipolar yang diidentifikasi oleh Mearsheimer. Selain itu, dalam bukunya juga yang berjudul Internationala Relations Theory: Contributions of a Feminist Standpoint Keohane mengatakan bahwa teori Institusi internasional berperan untuk menyediakan informasi dan kesempatan untuk bernegoisasi, menambah kemampuan pemerintah untuk memonitor pemenuhan dan implementasi dari komitmen yang lain, dan memperkuat harapan tentang soliditas dari perjanjian internasional.

Indikator :

‘ Organisasi internasional

‘ Stabilisasi

‘ Memperkuat Hubungan antar negara

Analisa

Rohingya sebagai salah satu etnis yang paling teraniaya saat ini mencari perlindungan ke negara-negara tetanga seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Hal ini jelas menimbulkan penolakan dar negara-negara tersebut karena takut akan menganggu stabilisasi negara. Thailand sebagai negara yang dekat perbatasannya dengan Myanmar merupakan salah satu negara tujuan ataupun negara transit yang paling banyak didatangi oleh masyarakat Rohingya.Tetapi sayangnya para pengungsi dan pencari suaka Rohingya ditolak kehadirannya oleh aparat di perbatasan Thailand di Phuket.Tidak hanya Thailand, Singapura juga menolak memberikan izin masuk bagi pengungsi yang identitasnya tidak jelas.

Kini konflik etnis Rohingya bukan lagi menjadi masalah internal bagi Myanmar tetapi sudah menjadi masalah regional Asia Tenggara dan mendapat perhatian dari organisasi internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa.Maka dari itu dalam penyelesaian dibutuhkan peran negara-negara di Asia tenggara dan organisasi internasional untuk membantu mengatasi dan memberi solusi jangka panjang bagi masyarakat Rohingya. Dalam hal ini organisasi regional asia tenggara, ASEAN dan organisasi yang berada dibawah naungan PBB, UNHCR, mempunyai peran yang cukup besar untuk mengatasi masalah Rohingya. Organisasi dapat bekerja sama dengan negara-negara di Asia Tenggara khususnya negara tujuan para pengungsi dan pencari suaka seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia untuk melindungi para pengungsi dan pencari suaka dan mengadakan hubungan diplomasi dengan Myanmar untuk menyelesaikan masalah Rohingya. Sekretaris Jendral PBB, Ban Ki-Moon dalam kunjungan ke Myanamr untuk menghadiri pertemuan konferensi tingkat tinggi ASEAN dan EAS, mendesak Myanmar untuk menghargai hak asasi manusia Rohingya. Dalam analisis ini penulis akan memberikan data mengenai peran organisasi sebagai salah satu wadah untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di suatu regional.

ASEAN (Association of Southeast Asian Nations)

ASEAN merupakan organisasi regional di kawasan asia tenggara yang bekerja untuk meningkatkan kehidupan masyarakat negara anggotanya dalam bidang ekonomi, politik-keamanan, dan sosial budaya. Dalam mengatasi masalah etnis Rohingya ASEAN mempunyai peranan penting untuk mebantu menyelesaikan masalah ini.Sejauh ini ASEAN telah melakukan beberapa aksi seperti salah satunya menerapkan prinsip diplomasi senyap. Selain itu ASEAN membantu utusan khusus HAM PBB yang dipimpin oleh Tomas Ojea Quintana untuk bisa memasuki wilayah Rakhine dan Myanmar juga bersedia untuk menjelaskan perkara yang sebenarnya setelah ada campur tangan ASEAN.

Tetapi peran ASEAN sebagai organisasi hanya sebatas hubungan diplomasi karena adanya prinsip non intervensi diantara negara anggota ASEAN. Prinsip non-intervasi merupakan suatu prinsip dimana negara yang termasuk anggota ASEAN tidak diperbolehkan untuk mencampuri urusan negara lain. Hal ini dilakukan dengan upaya untuk menghormati kedaulatan serta integritas teritorial suatu negara serta melindungi negara-negara kecil dan lemah dari negara-negara yang kuat.

United Nation High Commissioner for Refugees
United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) merupakan salah satu organisasi dibawah naungan PBB yang bergerak dalam bidang pertolongan terhadap para pengungsi. Institusi internasional ini ditugaskan untuk memimpin dan mengkoordinasikan aksi internasional untuk melindungi para pengungsi dan menyelesaikan masalah pengungsi di dunia. Tujuan utama nya adalah untuk melinduni hak para pengungsi. Dalam memberikan bantuannya UNHCR lebih mengedapankan aksi-aksi langsung seperti pemberian tenda pengungsian, bantuan pandang, akses pendidikan, dan akses kesehatan.Jika dibandingkan dengan ASEAN yang lebih mengedepankan hubungan diplomasi.

UNHCR tidak bekerja sendiri dalam memberikan bantuan kepada para pengugnsi melainkan UNCHR bekerja sama dengan beberapa negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Indonesia, dan Malaysia untuk menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di negara-negara tersebut. Negara-negara tersebut meminta bantuan organisasi untuk membantu mengatasi masalah pengungsi di negara tersebut dan melindungi hak para pengungsi.

UNHCR dengan Thailand
Thailand merupakan salah satu negara tujuan pengungsi Rohingya karena letaknya yang dekat dengan Myanmar. Pada awalnya para pengungsi yang datang ke Thailand dipulangkan kembali ke negara asalnya. Tetapi melihat kondisi negara asal yang tidak menjamin hak kehidupan mereka, UNHCR bekerja sama dengan Thailand melindungi para pengungsi dan pencari suaka Rohingya dengan memberikan perlindungan dan tempat tinggal sebanyak 9 tenda pengungsian di daerah perbatasan Thailand dan Myanmar dan menampung kurang lebih 94.342 manusia termasuk etnis Rohingya. Selain itu UNHCR memberikan kartu identitas kepada para pengungsi Rohingya tujuannya agar masyarakat Rohingya terhindar dari penangkapan, penyiksaan, dan pemerasan dari pihak polisi, tetapi kenyataannya masyarakat rohingnya masih mendapat perlakuan tidak adil tersebut dari pihak polisi.

Ketidakadilan yang terjadi pada Rohingya memberikan dampak yang sangta jelas dalam bidang pendidikan.Masyarakat Rohingya khususnya anak-anak tidak diperbolehkan untuk sekolah seperti masyarakat Myanmar lainnya. Makadari itu, anak-anak Rohingya sangat kurang dalam bidang edukasinya. Melihat hal ini pada tahun 2005 Thailand telah mengimplementasikan Education For All Policy , dimana seluruh anak-anak di Thailand diperbolehkan untuk masuk ke sekolah dasar dan menengah secara gratis. Walaupun begitu anak-anak pengungsi Rohingya yang berada di Thailand masih mendapatkan kesulitan dalam mendapatkan pendidikan karena tidak adanya akte kelahiran ataupun kewarganegaraan. Di lain sisi karena tingginya harapan akan kehidupan yang lebih baik masyarakat Rohingya mencari cara untuk keluar Myanmar bahkan melalui perdagangan manusia. Tidak banyak para pengungsi dan pencari suaka Rohingya yang masuk ke dalam perdagangan manusia. Dengan bantuan pemerintah Thailand, 400 masyarakat Rohingya dari Myanmar yang telah dikurung di sebuah perkebunan karet di daerah Sadao Songkhla, perbatasan Malaysia terselamatkan

UNHCR di Malaysia
Sebagai salah satu negara dengan mayoritas Muslim, Malaysia merupakan salah satu tujuan bagi masyarakat Rohingya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Malaysia merupakan tempat pengungsi terbesar kedua dengan 22.800 orang mendaftarkan kepada UN diakhir april. Sama halnya seperti Thailand , Malaysia memberikan bantuan edukasi kepada anak-anak pengungsi Rohingya. Pada tahun 2005 UNHCR bekerja sama dengan organisasi non pemerintah Taiwan Buddhist Tzu-Chi foundation di Malaysia untuk membuka 5 pusat pendidikan untuk membantu 400 anak-anak pengungsi Rohingya.

Para pengungsi Rohingya telah mengalami berbagai masalah kesehatan karena kurangnya makanan bergizi dan obat-obatan.Karena itu pendirian pusat kesehatan merupakan salah satu hal penting yang dibutuhkan pengungsi Rohingya.Pemerintah Malaysia telah membuka rumah sakit berbasis pemerintah untuk para pengungsi tetapi kenyataannya para pengungsi masih menghadapi banyak halangan dalam berobat. Karena itu UNHCR bekerja sama dengan beberapa organisasi termasuk RSM mendirikan sebuah klinik kesehatan yaitu ACTS.

UNHCR di Indonesia

Indonesia yang merupakan negara mayoritas muslim merupakan salah satu negara tujuan untuk para pengungsi dan pencari suaka Rohingya. Pada tanggal 15 February 2011, 129 orang pencari suaka asal Rohingya mendarat di Aceh setelah terdampar di lautan selama hamper tiga minggu. Dalam menangani masalah ini UNHCR bekerja sama dengan pemerintah melakukan pendaftaran terhadap seluruh pencari suaka yang berada di Aceh. Hal ini dilakukan agar status para pencari suaka tidak illegal lagi.Dalam hal pendidikan pemerintah Indonesia mendirikan sekolah di Rakhine, Myanmar.keempat sekolah yang dibangun masing-masing terletak di Desa Thaykan, Kecamatan Minbya Township; Desa Sanbalay, Kecamatan Minbya; Desa Mawrawaddy, Kecamatan Maungdaw; dan Desa Buthidaung, Kecamatan Thapyaygone. Indonesia secara aktif mendorong rekonsiliasi konflik di wilayah Rakhine melalui pendekatan kemanusiaan.

Pada tahun ini Indonesia kembali memberikan bantuan sebesar US$1 juta untuk kebutuhan tanggap darurat termasuk penyediaan pembangunan pemukiman. Selain itu menteri luar negri Indonesia, Marty Natalegawa mengadakan kunjungan langsung ke sejumlah tempat pengungsian di negara bagian Rakhine,Burma. Hubungan diplomasi juga dilakukan Indonesia dalam rangka membantu menangani kasus rohingya. Sebelumnya pada Agustus 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengirim surat ke Presiden Burma Thein Sein mengenai harapan Indonesia kepada pemerintah Myanmar, agar segera menyelesaikan permasalahan di wilayah itu dan memberikan perlindungan kepada kaum minoritas tersebut serta pembangunan kembali perkampungan yang rusak.

Melalui data yang dipaparkan diatas terlihat bahwa dengan bantuan institusi internasional khususnya ASEAN dan UNHCR beberapa negara di wilayah Asia Tenggara khususnya anggota ASEAN sudah mulai tergerak untuk membantu menangani masalah etnis Rohingya. Memang dalam pelaksanaanya organisasi dan negara-negara di Asia Tenggara masih mengalami kendala karena kurangnya dukungan dari beberapa pihak. Tetapi setidaknya ada peningkatan terhadap sikap negara dengan etnis Rohingya. Para pengungsi Rohingya yang berada di Thailand, Malaysia, maupun Indonesia juga merasakan kehidupan yang setidaknya lebih baik dari kehidupan di Burma.

Institusi internasional tidak menjajikan bahwa dengan hadirnya institusi internasional kondisi sebuah negara akan langsung berubah dari kekacauan menjadi damai, tetapi hadirnya institusi internasional bisa menjadi jembatan penghubung bagi negara-negara untuk menyelesaikan permasalahan Rohingya. Walaupun kehidupan para pengungsi masih disekitar tenda pengungsian dengan tidak adanya pekerjaan, tetapi beberapa warga Rohingya mulai merasa aman. Salah seorang warga Rohingya yang berada Thailand mengatakan bahwa walaupun ia masih hidup dalam ketakutan terhadap polisi, tetapi hidup di Thailand jauh lebih baik dari di Burma dimana para tentara memukuli mereka, merampas barang mereka, dan menyuruh mereka untuk bekerja tanpa dibayar. Mereka mengatakan mereka senang dengan kehidupannya walau dengan kondisi ekonominya cukup memprihatinkan tetapi mereka bisa tidur dan tidak hidup dalam tekanan. Selain itu seorang anak bernama Sharifah mengatakan bahwa dia senang berapa di Malaysia dan berharap untuk tidak pergi ke suatu negara yang tidak ada kawasan bagi Muslim. Walaupun sempat mengalami kehidupan yang terpuruk pada saat awal di Malaysia, tetapi sekarang Sharifah sudah mempunyai banyak teman dan mendapatkan ranking yang bagus.

Hal ini menunjukan bahwa bantuan yang diberikan organisasi tidak langsung mengubah suatu keadaan 180 derajat melainkan dengan beberapa langkah. Persoalan pengungsi Rohingya tidak langsung bisa diselesaikan dengan cepat. Dibutuhkan bantuan dari organisasi dan negara-negara sekitar untuk bekerja sama dan membantu menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya dan juga mendapatkan hak kewarganegaraanya.

Kesimpulan

Setiap manusia dilahirkan ke dunia dengan haknya masing-masing sama rata. Tidak ada satu orang pun yang bisa mengambil hak orang lain termasuk negara. Sesuai dengan kasus Rohingya sudah sepantasnya jika negara-negara anggota ASEAN dan institusi internasional turun tangan dalam menangani kasus Rohingya. Bantuan yang dibutuhkan tidak hanya berupa bantuan makanan, pendidikan, kesehatan tetapi kebutuhan akan perlindungan, pengakuan kewarganegaraan, pekerjaan, dan tempat tinggal yang tetap. Melihat status nya tidak berkewarganegaraan, ASEAN sebagai salah satu organisasi yang menaungi wilayah Asia Tenggara harus melakukan hubungan diplomasi yang baik untuk membujuk Myanmar agar memberikan status kewarganegaraan terhadap Rohingya. Tidak hanya ASEAN sebagai organisasi tetapi juga masing-masing negara anggota ASEAN. ASEAN disini berperan sebagai jembatan antara negara-negara anggotanya agar mendapatkan solusi yang baik bagi kasus etnis Rohingya.

Organisasi lain seperti UNHCR juga mempunyai peranan penting karena organisasi ini khusus menangani masalah pengungsi. UNHCR bekerja sama dengan negara penampung pengungsi untuk memberikan bantuan kepada para pengungsi untuk mendapatkan perlindungan, tempat tinggal sementara, pendidikan, dan hal-hal dasar lainnya. Kunci untuk menyelesaikan konflik yaitu sikap saling menghargai dan kerja sama. Sikap saling menghargai akan membawa dampak kedamaian antar etnis, golongan, agama dan segala perbedaan. Sedangkan kerjasama yang baik akan mewujudkan solusi jangka panjang dalam menyelesaikan masalah Rohingya.

Leave a Comment

Time limit is exhausted. Please reload the CAPTCHA.